Header Arif

Header Arif

Kamis, 21 Mei 2015

Minal 'Aidin Wal Faizin....

     Dulu, kalimat musiman yang ramai berseliweran di mana-mana setiap Hari Raya Idul Fitri ini, biasanya saya dapatkan dari kartu ucapan Selamat Lebaran yang dikirimkan via pos oleh teman-teman saya. Hari-hari di penghujung ramadhan kemudian menjadi hari-hari yang menyenangkan, menunggu kedatangan pak pos. Bila nama pengirimnya perempuan maka si pak pos tersenyum menggoda saya sambil mengedipkan sebelah matanya. Pak pos itu pasti mengira surat yang saya terima dari pacar saya. Saya cuma membalas senyumnya saja lalu masuk ke dalam rumah, tapi tidak dengan berlari-lari kecil masuk ke dalam kamar, mengunci pintu lalu mencampakkan tubuh saya ke atas ranjang. Kiriman biasanya datang dari teman yang tinggal di luar pulau, teman yang tinggal di luar provinsi tapi masih satu pulau, teman yang tinggal di luar kota tapi masih satu provinsi, ada juga yang datang dari teman yang tinggal satu perumahan tapi hanya berbeda blok saja, mungkin teman itu berpikir, yang penting pernah mengirim surat melalui pos daripada tidak pernah sama sekali. Aneh.
     Sampul kartu ucapan kebanyakan bergambar mesjid, ketupat atau pemandangan, di halaman dalamnya, di bagian belakang sampul berisi tulisan Selamat Hari Raya Idul Fitri 14…H, Minal ‘Aidin Wal Faizin, yang dicetak mesin, bagian titik-titik setelah angka 14 biasanya diisi dengan tulisan tangan oleh si pengirim. Karena angka tahun tidak permanen, jadi sengaja dikosongkan oleh pembuatnya, dengan maksud kalau kartunya tidak laku tahun ini bisa disimpan dulu dan dijual lagi tahun depan, atau tahun depannya lagi, lagi, dan lagi.
     Selanjutnya adalah halaman tempat beradu kreativitas. Di halaman berikutnya inilah biasanya teman-teman yang mengirim kartu ucapan menulis dengan tulisan tangannya sendiri, sebuah puisi misalnya, walau tak jarang  puisi yang ditulis tidak ada relevansinya dengan Lebaran. Ada juga yang menulis kata-kata indah yang entah dari mana didapat, bisa saja dari kata-kata indah yang ada di kalender remaja masjid, atau dikutip dari ayat suci, atau juga kutipan hadist. Kadang aja juga yang menulis kata-kata penyesalan layaknya sebuah pengakuan dosa, sepertinya teman saya itu telah melakukan dosa yang terbesar dan terberat kepada saya, padahal ketemu juga jarang. Atau tulisan kata-kata permohonan maaf yang sangat tulus, seperti tulusnya permohonan maaf seorang maling yang takut dihajar massa saat ketangkap tangan mencuri ayam.
     Seperti sebuah prakarya yang akan dikumpulkan kepada guru keterampilan, di bawah hasil jerih payah merangkai kata itupun juga disertai identitas diri pengirimnya. Di atas nama pengirim dibubuhi tandatangan si pengirim. Di atas tandatangan itulah kemudian ada kata-kata yang mempertegas posisi si pengirim, seperti Salam Sahabatmu….atau Salam Dari Yang Tercinta…atau Salam Dari Yang Selalu Merindukanmu….atau Salam Sayang Selalu…
     Melalui beberapa fase, kemajuan dalam mempersingkat waktu untuk mengirim ucapan selamat Lebaran akhirnya bisa dicapai sedikit demi sedikit. Pada zaman baheula,mengirimkan kartu ucapan melalui pos biasanya memakan biaya, dan waktu sampainya pun bisa berhari-hari. Era Pos (untuk mengirim kartu Selamat Lebaran) berganti setelah pencerahan Telegram datang, walau tetap dengan biaya yang lumayan, tapi setidaknya bisa memangkas waktu yang berhari-hari itu menjadi hanya dalam hitungan jam, ucapan bisa terkirim. Tren Telegram pun kemudian habis, saatnyalah secuil orang Indonesia dari jumlah keseluruhan penduduknya yang mencapai 200juta jiwa lebih itu, hijrah menggunakan internet untuk mengirim ucapan selamat via e-mail. Sangat efisien dari segi waktu, dikirim menit ini, sampai menit ini juga, tapi sayang tidak semua orang bisa langsung mengetahui bila kiriman datang, karena tidak semua pengguna jasa internet nongkrongsatu harian di depan komputer hanya untuk menunggu datangnya kiriman ucapan Selamat Lebaran.
     Seiring waktu,mengirim ucapan yang cepat, tepat, bisa dibilang pernah mencapai klimaksnya (dari segi kuantitas pengirim), melalui pesan singkat atau short message service(SMS), karena kenyataan di lapangan pengguna telepon selular di Indonesia lebih banyak dibandingkan pengguna jasa internet. Pengusaha telegram terancam, omzet PT. Pos terus terjun bebas, pengusaha warnet harap-harap cemas atau harus cepat-cepat beralih ke usaha game online. Karena orang-orang sudah pada hijrah ke pola yang termutakhir ini. Boleh dibilang, SMS pernah menempati urutan teratas dalam kategori ‘favorit masyarakat untuk mengirim ucapan Selamat Lebaran’. Bagi mereka yang terfasilitasi internet di kantor atau di rumah, atau ada juga yang memaksakan diri ke warnet, mengirim ucapan Selamat Lebaran melalui e-mail tetap dilakukan juga, tapi ucapan utama tetap dikirim melalui SMS. Sedangkan pos dan telegram…Ah, riwayatmu kini….
     Saat pertama punya handphone, SMS Selamat Lebaranyang saya dapat hanya dari teman-teman sekantor dan keluarga saja. Ketika harga handphone semakin hari semakin terjangkau saja, maka setiap Idul Fitri, handphone saya yang sudah ketinggalan zaman kewalahan menampung pesan yang terus mengalir, karena SMS yang datang bukan cuma dari rekan sekantor dan keluarga saya lagi saja. Ucapan Minal Aidin Wal Faizin yang saya dapat ada juga dari tukang ojek langganan saya, tukang bakso yang sering lewat di depan rumah, dari penjaga warung tempat saya sering menumpuk hutang, dari supir angkot kenalan saya, dari teman-teman sekolah yang sudah puluhan tahun tak ketemu, dari selingkuhan saya, dari penjaga warnet dan pemiliknya, dari teman chatting, juga dari teman-teman yang berbeda agama. Bisa dibilang, semakin tahun semakin banyak ucapan yang saya terima.
     Bila menerima ucapan Selamat Idul Fitri sebanyak itu, rasanya saya pantas menyandang gelar juri ‘Lomba Mengarang Indah Melalui SMS’ bertema Minal Aidin Wal Faizin. Dari banyaknya SMS yang saya terima itu, bermacam-macam isinya, ada yang berpuisi, ada yang pakai bahasa asing, ada juga yang menggunakan bahasa ibu, ada yang to the pointtanpa basa-basi segala, ada yang sudah tak punya ide sama sekali sehingga beberapa SMS isinya sama bin serupa. Ah Plagiat! Nah…yang paling bagus dari terbaguslah pemenangnya, tapi tidak mendapatkan apa-apa, melainkan akan saya forward ke sejumlah orang. Dasar saya juga pembajak karya orang.
     Apa pun isi pesan itu, intinya tetap ada di kalimat Mohon Maaf Lahir dan Bathin, itu saja. Karena keterbatasan jumlah karakter saja yang akhirnya mempersempit ruang gerak bermain kata. Berbeda dengan kartu ucapan yang sering saya terima dulu, jumlah karakter tak menjadi kendala, kalau kartunya tidak cukup menampung kata-kata, biasanya ada yang menulis di selembar kertas yang disisipkan di dalam kartunya, hanya masalahnya di waktu saja. Ah…kadang rindu juga bisa menerima surat lagi dari Pak Pos. Rindu sama senyum dan kedipan mata Pak Pos. Oh ya...Pak Pos masih mengantar surat atau sudah menjadi pembagi BLT sekarang ya?